Keberadaan lampion tidak dapat dipisahkan dari tradisi perayaan Imlek
dan Cap Go Meh. Lampion menjadi semacam atribut budaya yang menandai
peralihan tahun dalam penanggalan Tionghoa. Imlek kurang terasa meriah
tanpa kehadiran lampion yang menghiasi sudut-sudut jalan, kelenteng, dan
rumah-rumah warga peranakan Tionghoa.
Menurut sejarah,
diperkirakan tradisi memasang lampion sudah ada di daratan Cina sejak
era Dinasti Xi Han, sekitar abad ke-3 masehi. Munculnya lampion hampir
bersamaan dengan dikenalnya tehnik pembuatan kertas. Lampion pada
masa-masa awal memang diduga telah menggunakan bahan kertas, selain juga
kulit hewan dan kain. Lampion mulai diidentikkan sebagai simbol
perayaan Tahun Baru dalam penanggalan Tionghoa pada masa Dinasti Ming.
Pendar
cahaya merah dari lampion memiliki makna filosofis tersendiri. Nyala
merah lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang
diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan. Legenda klasik
juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat angkara murka
yang disimbolkan dengan raksasa bernama Nian. Memasang lampion di tiap
rumah juga dipercaya menghindarkan penghuninya dari ancaman kejahatan.
Bentuk
lampion yang konvensional adalah bulat dengan rangka bambu. Tetapi
seiring perkembangan zaman, muncul pula bentuk lampion yang semakin
bervariasi. Salah satunya adalah lampion yang berangka logam dan dapat
difungsikan sebagai lampu meja, atau lampion yang berbentuk bunga
teratai yang kuncup. Selain bentuk teratai tersebut, masih banyak kreasi
baru dari lampion yang membuat perayaan Imlek menjadi semakin semarak.
No comments:
Post a Comment